BAB I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Untuk mengetahui mana sebenarnya hadits yang dari Nabi
SAW, mana yang meragu-ragukan dan mana yang tidak benar atau dipalsukan orang,
diadakanlah oleh ulama-ulama semacam ilmu dangan nama ilmu hadits. Secara garis
besar Ilmu hadits dibagi menjadi 2, ilmu hadits riwayat dan dirayat. Ilmu
hadits riwayat membahas tentang semua hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW,
baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya
sedangkan ilmu hadits dirayah membahas tentang semua yang mencakup perkataan dan
perbuatannya, baik periwayatannya, pemeliharaannya, maupun penulisan atau
pembukuan lafadz-lafadznya.
Dimakalah ini akan
dibahas tentang pengertian ulumul hadits beserta cabang-cabangnya.
- Rumusan masalah
1.
Pengertian
ulumul hadits
2.
pembagian ulmu hadits
3.
Cabang-cabang Ilmu hadits
BAB II
PEMBAHASAN
ILMU HADITS DAN CABANG-CABANGNYA
A.
Definisi
ilmu hadits
Secara Etimologis kata “ilmu hadits” merupakan kata serapan dari
bahasa arab, “Ilmu al-hadits” yang terdiri atas dua kata, yaitu ”ilmu”
dan “hadits”. Jika mengacu kepada pengertian hadits, berarti ilmu
pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang segala yang disandarkan kepada
Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, takrir maupun lainnya.[1]
Definisi lain, dari segi bahasa ilmu hadits terdiri dari dua kata yakni ilmu
dan hadits, secara sederhana ilmu
artinya pengetahuan, knowledge, dan science
dan hadits artinya segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW, baik dari perkataan maupun persetujuan.[2]
Sedangkan pengertian ilmu hadits secara terminologi ialah Satu ilmu
yang dengannya dapat diketahui betul tidak ucapan, perbuatan, keadaan atau
lain-lainnya, yang orang katakan dari Nabi Muhammad SAW.[3] Ilmu
hadits dapat diartikan sebagai ilmu yang mengkaji dan membahas tentang segala
yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan,
atapun sifat-sifat, tabiat, dan tingkah lakunya atau yang disandarkan kepada
sahabat dan tabiin.
Menurut al-Suyuthi, ulama mataqaddimun (Ulama yang hidup
sebelum abad keempat Hijriah) mendefisinikan ilmu hadits sebagai berikut:
علم يبحث فيه
كيفية التصال الاحاديث بالرسول ص. م. من حيث معرفة احوال رواتها ضبطا وعدالة ومن
حيث كيفية السند اتصالا وانقطاعا.
“ilmu
pengetahuan yang membahas tentang cara-cara penyambungan hadits sampai kepada
Rosulullah SAW, dari segi mengetahui hal ikhwal para periwayatnya, menyangkut
ke dhobith-an dan keadilannya, dan dari segi tersambung atau terputusnya sanad,
dan sebagainya”. [4]
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani:
هو معرفة
القواعد التي يتوصل بها الى معرفة الروي والمروي
Adalah mengetahui kaidah-kaidah yang
dijadikan sambungan untuk mengetahui (keadaan) perawi dan yang diriwayatkan.
Atau definisi yang lebih ringkas:
القواعد المعرفة
بحال الروي والمروي
kaidah-kaidah yang mengetahui (keadaan)
perawi dan yang diriwayatkannya.[5]
Dapat disimpulkan bahwa ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan
tantang keadaan atau sifat para perawi dan yang meriwayatkan. Perawi adalah
orang –orang yang membawa, menerima, dan
menyampaikan berita kepada Nabi yaitu
mereka yang ada dalam sanad
suatu hadits. Bagaimana sifat-sifat mereka apakah bertemu langsung dengan
pembawa berita atau tidak, bagimana sifat kejujuran dan keadilan mereka dan
bagaiman daya ingat mereka apakah sangat kuat atau lemah.
Sedangkan maksud yang diriwayatkan (marwi) terkadang guru-guru perawi
yang membawa berita dalam sanad suatu hadits atu isi berita (matan) yang diriwayatkan, apakah terjadi keganjilan jika bibandingkan dengan sanad
atau matan perawi yang lebih kredibel (tsiqoh). Dengan mengetahui hal tersebut
dapat diketahui mana hadits yang shahih dan yang tidak shahih. Imu yang g
membicarakan hal tersebut disebut ilmu
hadits.
B.
Pembagian
Ilmu Hadits
Apabila dilihat kepada garis besarnya, terbagi dalam dua bagian. Pertama
, Ilmu Hadits Riwayat (riwayah) kedua, Imu Hadits Dirayat ( dirayah).
- Ilmu hadits Riwayah
Kata riwayah
artinya periwayatan atau cerita, maka ilmu hadits riwayah artinya ilmu hadits
berupa periwayatan,secara terminologis, yang dimaksud dengan ilmu hadits
riwayah ialah:
االعلم الذى يقوم على نقل ما اضيف الى النبي صلى الله عليه وسلم من
قول او فعل اوتقرير او صفة خلقية او خلقية نقل دقيقا محررا
“
Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi
SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah lakunya”.[6]
Definisi lain ilmu hadits Dirayah
adalah Ilmu hadits tantang meriwayatkan, yaitu, satu ilmu yang
mengandung pembicaraan tentang mangkhabarkan,sabda-sabda Nabi Saw,
perbuatan-perbuatan beliau, hal-hal yang beliau benarkan, atau sifat-sifat
beliau sendiri.[7]
- Ilmu Hadits Dirayah
Istilah Ilmu hadits Dirayah juga disebut sebagai ilmu Musthalah
al-Hadits atau Ushul al-Hadits atau Qawa’id al-Tafdits menurut as-Suyuti muncul
setelah masa al-Khatib al-Bagdadi, yaitu masa Ibnu al-Akfani .
Dalam hal ini al-Sayuti dalam Tadrib al-Rawi menyatakan:
علم
يعرف منه حقيقةالرواية وشروطها وانواعها واحكامها وحال الرواة وشروطهم واصناف المرويات
وما يتعلق بها
“Ilmu
pengetahuan untuk mengetahui hahekat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam,
dan hukum-hukumnya, serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik
syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala yangberkaitan
dengannya”. [8]
Sedangkan Ajjaj al-Khatib mendefisinikan ilmu hadits dirayah sebagai:
مجموعة
القواعد والمسائل التى تعرف بها حال الراوي والمروي من حيث القبول والرد
“kumpulan kaidah-kaidah dan masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan
marwi (sanad dan matan ) dari segi maqbul dan mardudnya (diterima dan ditolak)”.
Menurut
Mahfuzh al_tirmisi ilmu hadits dirayah ialah:
قوا
نين يدربهااحوال السندوالمتن
Undang-undang
atau kaidah-kaidah untuk mengetahui sanad dan matan.[9]
RINGKASAN PERBEDAAN ANTARA
ILMU HADITS RIWAYAH DAN ILMU HADITS DIRAYAH
Tinjauan
|
Ilmu Hadits riwayah
|
Ilmu hadits diyayah
|
Objek pembahasan
|
Segala perkataan, perbuatan dan
persetujuan Nabi SAW
|
Hakikat, sifat-sifat, dan kaidah-kaidah
dalam periwayatan
|
Pendiri
|
Muhammad bin Syihab az-Zuhri(w.124 H)
|
Abu Muhammad al-Hasan bin Abdurahman bin
Khad Ar-Ramahurmuzi(w. 360 H )
|
Tujuan
|
Memelihara syari’ah Islam dan otensitas
sunnah
|
Meneliti hadits berdasarkan kaidah-kaidah
atau persyaratan dalam periwayatan
|
Faedah
|
Menjauhi kesalahan dalam periwayatan
|
Mengetahui periwayatan yang diterima
(maqbul) dan yang tertolak
|
C.
Cabang-cabang Ilmu Hadits
Dari ilmu hadits riwayah dan dirayah ini, kemudian
muncul cabang-cabang ilmu hadits lainnya, meliputi:
1. Ilmu rijal al-Hadits
Secara bahasa,
kata rijal al-Hadits artinya orang-orang disekitar hadits, maka kata ilmu
rijal al-Hadits, artinya ilmu tentang orang-orang disekitar hadits.
Subhi shalih dalam “Ulum al-Hadits Musthalatuhu” menjelaskan
bahwa ilmu Rijal al-Hadits adalah:
علم يعرف به رواة الحديث من حيث انهم رواة للحديث
Ulama yang pertama
kali memperkenalkan dan mempelajari serius ilmu ialah al-Bukhori, Izzad-Bin ibn
Al-Atsir atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn al-Atsir (630 H), ulama
abad ke tujuh hijriyah, yang berhasil menyusun kitab Usul al-Gabah fi Asma
ash-Shahabah.
Tujuan ilmu ini
adalah untuk mengetahui bersambung (muttashil)) atau tidaknya sanad suatu
hadits. Maksud persambungan sanad adalah pertemuan langsung
apakah perawi berita itu bertemu langsung dengan gurunya atau pembawa berita
ataukah tidak atau hanya pengakuan saja.
2. Ilmu Jarh Wa Ta’dil
Dr. Shubhi
Ash-Shalih member definisi ‘Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil yaitu sebagai berikut:
وهو علم يبحث عن الرواة من حيث ما ورد في شانهم مما يشينهم او يزكيهم
بالفاظ مخصوصة
"Adalah imu yang membahas tentang para perawi dari segi apa yang
datang dari keadaan mereka, dari apa yang mercela mereka atau yang memuji
mereka dengan menggunakan kata-kata khusus".
Jadi
ilmu ini membahas tentang nilai cacat (al-Jarh) atau adilnya (at-ta’dil)
seorang perawi dengan menggunakan ungkapan kata-kata tertentu dan memiliki
hirarki tertentu
Tujuan ilmu ini untuk mengetahui sifat atau nilai keadilan,
kecacatan atau kedhobitanya seorang perawi hadits. Diatara kitab yang
membicarakan ilmu ini adalah Thabaqot ibn sa’ad Az-zuhri Al-bashri ( w.256 H )
terdiri 15 jilid, Tawarikh Tsalatsah dan At-Tarikh Al-Khadir oleh
Al-Bukhari (w. 256 H), Tarikh ditulis oleh Ali-Almadini (w. 234 H),
dll..
3.’Ilmu
‘Ilal Al-Hadits
Kata ilal
“dari alla,yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah, yang menurut
bahasa, artinya al-marad (penyakit /sakit). Menurut ulama ahli hadits, al-illah
berarti sebab yang tersembunyi atau samar-samar yag dapat mencemarkan hadits
sehingga pada hadits tersebut tedak terlihat adanya kecacatan.
Adapun yang
dimaksud dengan imu ‘ilal al-hadits menurut mereka, adalah:
لم يبحث عن
الاسباب الخفية الغامضة من حيث انها تقد فى صحة الحديث كوصل مفقطع مرفوع وقوف
واذخا ل الحديث فى حديث ومااشبهذلك
Ilmu yang
yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, yang dapat mencacatkan keshahihan hadits, misalnya
mengatakan muttasil terhadap hadits yang munqoti’, menyebut marfu’, terhadap hadits yang mauquf, memasukan
hadits ke hadits lain, dan lain-lain yang seperti itu.
Tujuan
mempelajari ilmu ini adalah untuk mengetahui siapa diantara periwayat haditsa
yang terlibat illat dalam peiwayatannya, dalam bentuk apa dan dimana ‘illat
tersebut terjadi, dan pada sanad atau pada matan. Diantara
ulama yang konsen dalam ilmu ini adalah Ibnu al-Madini (w. 234 H) dalam bukunya
al-‘Illah, Ibnu Abi Hatim (w. 227 H), dengan karyanya ‘Ilal Al-Hadits,
Ad-Daruquthni (w. 375) dengan karyanya Al-‘Ilal Al-Waridah fi Al-Ahadits
dll.
4. ‘Ilmu Ghorib Al-Hadits
Ilmu
gharib al-hadits dapat didefinisikan sebagai:
هو ما وقع فى متن الحديث من لفظة غامضة بعيدة منالفهم لقلة استعمالها
“Adalah ilmu yang mempelajari makna matan
hadits dari lafal yang sulit dan asing bagi kebanyakan manusia, karena tidak
umum dipakai orang arab.”
Ilmu ini
muncul ketika banyak bangsa-bangsa yang bukan Arab memeluk agama islam.
tujuan ilmu ini untuk mengetahui mana
kata-kata dalam hadits yang tergolong ghaib dann bagaimana metode para
ulama memberikan interperensi kalimat ghaib dalam hadits tersebut.
Pertama kali
yang menulis ilmu ini adalah Abu Ubaidah Ma’mar bin
Al-Mutsana Al-Bashi (w.210 H), kemudian Abu Al-Hasan bin Syumail Al-Mazani(w.
204 H), Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam (w. 223 H), Ibnu Qutaibah (w. 276 H) dll..
5. ‘Ilm Mukhtalif Al-Hadits
Dr. Mahmud Ath-Thalah menjelaskan secara
sederhana, bahwa Mukhtalif Al-hadits adalah:
هو الحديث المقبول المارض بمثله مع امكان الجمع بينهما
Hadits makbul kontradiksi dengan sesamanya
serta memungkinkan dikompromikan antara keduanya.
Menurut
subhi shahih bahwa Ilmu mukhtalifah ialah:
علم يبحث عن
الاحادث التى ظاهرها التناقض من حيث امكان الجمع بينها اما بتقييد مطلقها او
بتخصيص عامها او حملها على يعددا الحديثة او غير ذلك
“Ilmu
yang membahas hadits yang menurut lahirnya saling bertentang, karena adanya
kemungkinan dapat dikrompomikan, baik dengan cara di-taqyid (pembatasan) yang
mutlak, takhshish al-am (menghususan
yang umum), atau dengan yang lain.
Tujuan
ilmu ini mengetahui hadits mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan
bagaimana pemecahannya atau langkah-langkah apa yang dilakuakan para ulama
dalam menyikapai hadits-hadits yang kontra tersebut.
Pertama
kali yang menulis Ilmu
mukhtalifah Al-Hadits ini adalah Asy-Syafii (w. 204 H) dengan karyanya Ikhtilaf
Al-Hadits, Ibnu Qutaibah (w. 276 H) dengan karyanya Ta’wil Mukhtalif
Al-Hadits, Ath-Thahawi dengan karyanya Musykil Al-Atsar dll,..
6. Ilmu Nasikh wa Mansukh
‘ilmu
Nasikh wa Mansukh menurut hadits adalah:
علم يبحث فيه عن الناسخ والمنسوخ من الا حاديث
Ilmu yang membahas tentang hadits-hadits
yang menasakh dan yang dinasakh
Ilmu
Nasikh wa Mansukh membahas hadits-hadits yang kontradiktif yang tidak
mungkin dikompromikan, maka salah satu yang datangnya belakangan sebagai nasikh
dan yang lain datangnya duluan sebagai Mansukh.[11]
Tujuan
mempelajari Ilmu ini untuk mengetahui salah satu proses hukum yang dihasilkan
dari Hadi dalam bentuk nasikh mansukh dan mengapa terjadi Nasikh
Mansukh.
Pertama kali yang menulis Nasikh Al-Hadits
wa Mansukhu adalah Ahmad bin Ishak Ad-Dirani (w. 318 H), Muhammad bin Bahr
Ash-ashbahani (w. 322 H) Hibadatullah bin Salamah (w. 410), Muhammad bin Musa
Al-Hazimi. Dll,.
7. ‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat adalah :
علم
يعرف به المنهم الذي وقع في المتن او في السند
Adalah ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya
dalam matan atau sanad.[12]
Tujuan Ilmu ini mengetahui siapa sebenarnya nama-nama atau identitas
orang-orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih
samar-samaratau tersembuyi.
Diantara yang menyusun
ilmu ini adalah Al-Khatib Al-Baghdadi yang kemudian diringkas dan dibersihkan
oleh An-Nawawi dalam bukunya Al-Isyarat ila Bayani Asma Al-Mubhamat.
Waliyuddin Al-Iraqi dengan karyanya Al-mustafad min Mubhamat Al-Matn wa
Al-Isnad, dll,.
8. ‘Ilmu Asbab Wurud Al-Hadits
Menurut istilah Ilmu Asbab Wurud Al-Hadits adalah:
علم يعرف به
اسباب ورود الحديث ومناسباته
Ilmu yang
menerangkan sebab-sebab datangnya hadits dan beberapa munasabahnya (latar
belakang)
Ilmu
Asbab Wurud Al-Hadits adalah ilmu yang menjelaskan tentang sebab-sabab
datangnya hadits , latar belakang dan waktu terjadinya.
Tujuan mengetahui Ilmu
ini sebab-sabab dan latar belakang munculnya suatu hadits , sehinggga dapat
mendukung dalam pengkajian makna hadits yang di kehendaki. Ulama pertama yang
menyusun ilmu ini adalah Abu Hafsh Umar bin Muhammad bin Raja Al-Ukrabi (w. 309
H), Ibnu Hamzah Al-Huzaini (w. 1120 H), yang menulis Al-Bayan WaAt-Ta’rif,
As-Suyuthi (w. 911 H), yang menulis Asbab Wurud Al-Hadits atau Al-luma’
fi Asbab Al-Hadits dll.
9.
Ilmu
tashif wa Tahrif
Ilmu tashif wa Tahrif adalah:
علم يعرف به ما
صحف من الاحاديث وما حرف منها
Ilmu yang
membahas hadits-hadits yang diubah
titiknya (mushahhaf) atau dirubah bentuknya (muharraf)
Al-Hafidz
Ibnu hajar membagi ilmu ini menjadi dua bagian, yakni: Ilmu al-Tashif dan ilmu
al-Tahfif, sedangkan Ibnu Shakah dan para pengikutnya mengggabungkan kudua ilmu
menjadi satu.[13]
Tujuan
mempelajari ilmu ini adalah untuk mengetahui kata-kata atau nama-nama yang
salah dalam sanad dan matan hadits bagaimana sesunggguhnya yang benar sehinggga
tedak terjadi kesalahan terus menerus dalam penukilan dan pengatahuan drajat
kualitas kecerdasan dank e-dhobith-an seorang perawi.
Diantara kitab yang membicarakan tantang
ilmu ini adalah kitab Ad-Dar Quthni (w. 385 H), At-Tashif Ad-Daruquthni dan
kitab Tashhifat Al- MUhadditsin yang ditulis oleh Abu Ahmad Al-Askari (W. 283
H), Ishlah Khatha” Al-Muhadditsin ditulis oleh Al-Khathabi, dll.
10. Imu Mushalah Al-Hadits
Imu Mushalah Al-Hadits adalah :
علم يبحث فيه
عما اصطلح عليه المحدثون و تعارفوه فيما بينهم
Ilmu yang
membahas tentang pengertian istilah-istilah ahli hadits dan yang dikenal antara
mereka.
Maksudnya
ilmu ini mebicarakan pengertian istilah-istilah yang dipergunakan ahli hadits
dalam penelitian hadits dan disepakati mereka, sehingga menjadi popular.
Misalnya: Sanad, matan, mukharrij, mutawatir ahad, shahih hdo’if, dll.
Tujuannya, memudahkan para pengkaji dan
peneliti hadits dalam mempelajari dan riset hadits, karena para pengkaji dan
peneliti tidak akan dapat melakukan kegiatannya dengan mudah tanpa mengetahui
istilah-istilah yang telah disepakati oleh para ulama.
Diantara ulama yang pertama menulis ilmu
ini adalah Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzi (w. 360 H), yang menulis Al-Muhaddits
Al-Fashil Bayn Ar-Rawi wa Al-Wai, kemudian diikuti oleh yang lain seperti
Al-Hakim An- Nasaburi (w. 430 H), yang menulis Ma’rifat Ulum Al-Hadits dan Abu
Nu’aim Al-Ashbahani (w. 430 H) Al-Muustakhraj ‘ala Ma’rifat Ulum Al-Hadits.
11. Imu Tarikh al_Ruwah
Ilmu Tarikh ar_Ruwah adalah:
االعلم الذي
يعرف برواية الحديث من الناحية التي تتعلق بروايتهم للحديث
Ilmu untuk mengetahui para perawi hadits
yang berkaitan dengan usaha periwayatn mereka terhadap hadits
Ilmu ini mempelajari keadaan dan identitas
para perwi, seperti: kelahirannya, wafatnya, gur-gurunya, kapan mereka
mendengar hadits dari gurunya, siapa orang yang meriwayatkan hadits dari
padanya, tempat tinggal mereka dan tempat mereka mengadakan lawatan. Ilmu ini
merupakan bagian dari ilmu Rijal al-Hadits yang mengkhususkan kajiannya pada
sudut kesejarahan dari orang-orang yang terlibat dalam periwayatan.
Demikian
cabang-cabang Ilmu Hadits, masing-masiong memiliki pembahasan tersendiri yang
luas dan dalam, pada makalah ini tidak dibahas secara dalam
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Secara Etimologis kata “ilmu hadits” merupakan kata serapan dari
bahasa arab, “Ilmu al-hadits” yang terdiri atas dua kata, yaitu ”ilmu”
dan “hadits”. Jika mengacu kepada pengertian hadits, berarti ilmu
pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang segala yang disandarkan kepada
Nabi SAW, baik berupaperkataan, perbuatan, takrir maupun lainnya.
Apabila dilihat kepada garis besarnya, terbagi dalam dua bagian. Pertama
, Ilmu Hadits Riwayat (riwayah) kedua, Imu Hadits Dirayat ( dirayah).
Cabang-cabang Ilmu Hadits meliputi, Ilmu hadits Riwayah, . Ilmu Jarh Wa Ta’dil, ’Ilmu ‘Ilal Al-Hadits, ‘Ilmu Ghorib
Al-Hadits, Ilm Mukhtalif Al-Hadits, Ilmu Nasikh wa Mansukh, ‘Ilmu Fann
Al-Mubhamat, ‘Ilmu Asbab Wurud Al-Hadits, Ilmu tashif wa Tahrif, Imu Mushalah
Al-Hadits, Imu Tarikh al_Ruwah.
- Saran
Tiada gading
yang tak retak n tiada sungai yang tak bermuara, tidak ada di dunia ini yang
sempurna kecuali Allah SWT. Karena itu, jika ada kekurangan dan kesalahan yang
penyusun lakukan, kiranya dengan segala kekurang dan kerendahan hati , penyusun
memohon maaf, Kritik dan saran sangat penyusun harapkan untuk mencapai
kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbi ash-Shidiqi, Tengku Muhammad. 2009,sejarah
dan pengantar Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rizki Putra
Jalal al-Din ‘Abd al- Rahman ibn Abi bakr al-Suyuthi.1988,Tadrib
al-RAwi fi Syarh Taqrib an-Nawawi, jilid 1, Beirut: Dar al-Fikr
Kamus munawir
Khon, Majid
Khon.2010. Ulumul Hadits, Jakarta:
Amzah.
Ranuwijaya,Utang. 1997. Ilmu hadits. Jakarta:
Raja g rafindo persada
Sahrani, Sohari
. 2010. Ulumul Hadits, Bogor: Ghalia
indonesia.
Suyitno.
2013 , Studi Ilmu-Ilmu Hadits, Yogyakarta: Idea press.
Suparta, Munzier. 2011. Ilmu hadits. Jakarta:
Rajawali pers.
Qadir Hasan, Ahmad. 2002. Ilmu Mushthalah Hadits,
Bandung:c.v Diponegoro.
[1].Sohari
Sahrani, Ulumul Hadits,( Bogor: Ghalia indonesia, 2010), hal. 71
[5].
Abdul Majid khon, ulumul hadis, (Jakarta: Hamzah, 2010) , hlm. 68
[6]. Suyitno , Studi Ilmu-Ilmu Hadits,
(Yogyakarta: Idea press, 2013), hal. 8, Tengku Muhammad Hasbi ash-Shidiqi, sejarah
dan pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,2009), hlm. 111,
[8]. Suyitno , Studi
Ilmu-Ilmu Hadits, (Yogyakarta: Idea press, 2013), hal. 10, Abdul Majid khon, ulumul hadis, (Jakarta: Hamzah, 2010) , hlm. 71
[10]. Utang
ranuwijaya, Ilmu hadits(Jakarta, Raja g rafindo persada, 1997 ) hlm. 30, Subhi
shalih, Ulum al-Hadits Musthalatuhu
Dar al-Ilmi(Malaysia,1997)hlm. 92
[11].
Abdul Majid khon, ulumul hadis, (Jakarta: Hamzah, 2010) ,
hlm. 89, Tengku Muhammad Hasbi ash-Shidiqi, sejarah dan pengantar Ilmu
Hadits, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,2009), hlm. 121,
[12]. Abdul Majid khon, ulumul hadis, (Jakarta:
Hamzah, 2010) , hlm.90, Tengku Muhammad Hasbi ash-Shidiqi, sejarah dan pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra,2009), hlm. 119,
No comments:
Post a Comment